cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
e-GIGI
ISSN : 2338199X     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Health,
JURNAL e-Gigi diterbitkan oleh Perhimpunan Ahli Anatomi Indonesia (Komisariat Manado) bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado. Jurnal ini diterbitkan 2 (dua) kali setahun (Juni, Desember). e-Gigi memuat artikel telaah (review article), hasil penelitian, dan laporan kasus dalam bidang ilmu kedokteran gigi.
Arjuna Subject : -
Articles 8 Documents
Search results for , issue "Vol 8, No 2 (2020): E-GiGi" : 8 Documents clear
Kebiasaan Merokok dan Terjadinya Smoker’s Melanosis Revien, Iin; Supit, Aurelia S. R.; Anindita, Pritartha S.
e-GiGi Vol 8, No 2 (2020): E-GiGi
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/eg.8.2.2020.29903

Abstract

Abstract: Smoking can lead to a variety of systemic diseases as well as abnormal signs in the oral cavity inter alia smoker’s melanosis. This study was aimed to obtain the description of smoking habit and the occurrence of smoker’s melanosis in general viewed from three smoking indicators, as follows: frequency of smoking, duration of smoking, and types of cigarettes. This was a literature review study. There were 22 literatures consisting of 20 cross sectional studies dan 2 case control studies. The results showed that smoker’s melanosis was more frequent in smokers than in non smokers. Based on the frequency of smoking, smoker’s melanosis was most frequent in heavy smokers, followed by moderate smokers, and light smokers. Based on the duration of smoking, smoker’s melanosis was most frequent in 10-year smokers, followed by 5-to-10-year smokers, and less-than-five-year smokers. Based on the types of cigarettes, smoker’s melanosis was most frequent in smokers of clove/non filter cigarette, followed by smokers of white/filter cigarette, and smokers of both types of cigarette. In conclusion, smoker’s melanosis was more frequent in smokers than in non smokers. The majority of cases were heavy smokers, had duration of smoking more than 10 years, and the type of cigarette consumed was clove/non filter cigarette.Keywords: cigarettes, smoker’s melanosis. Abstrak: Merokok dapat berdampak buruk bagi kesehatan. Berbagai penyakit sistemik di dalam tubuh dan tanda abnormal di rongga mulut dapat diakibatkan kebiasaan merokok, salah satunya smoker’s melanosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kebiasaan merokok dan terjadinya smoker’s melanosis secara umum dilihat dari tiga indikator merokok, yaitu frekuensi merokok, durasi merokok, dan jenis rokok. Jenis penelitian ini ialah studi pustaka. Pustaka yang digunakan berjumlah 22 buah, terdiri dari 20 cross sectional study dan 2 case control study. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa smoker’s melanosis lebih banyak ditemukan pada individu yang merokok dibandingkan dengan yang tidak merokok. Berdasarkan frekuensi merokok, smoker’s melanosis paling banyak ditemukan pada perokok berat, diikuti perokok sedang, dan perokok ringan. Berdasarkan durasi merokok, smoker’s melanosis paling banyak ditemukan pada perokok dengan durasi >10 tahun, diikuti durasi 5-10 tahun, dan durasi <5 tahun. Berdasarkan jenis rokok, smoker’s melanosis paling banyak ditemukan pada perokok dengan jenis rokok kretek/non filter/sigaret kretek, diikuti perokok dengan jenis rokok putih/filter, dan perokok dengan jenis keduanya. Simpulan penelitian ini ialah smoker’s melanosis lebih banyak ditemukan pada perokok dibandingkan dengan yang bukan perokok, Mayoritas kasus ialah perokok berat, durasi merokok >10 tahun, dan mengonsumsi jenis rokok kretek/non filter/sigaret kretek.Kata kunci: kebiasaan merokok, smoker’s melanosis
Kualitas Hidup Lansia Pengguna dan Bukan Pengguna Gigi Tiruan Korah, Sanny C.; Pangemanan, Damajanty H.C.; Wowor, Vonny N. S.
e-GiGi Vol 8, No 2 (2020): E-GiGi
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/eg.8.2.2020.29906

Abstract

Abstract: Loss of natural teeth, whether it is replaced with artificial teeth or not, can affect the quality of life (QoL), especially in relation to oral health. This study was aimed to determine the differences in the QoL of elderly between denture wearers and non denture wearers. This was a literature review study. There were five literatures in this study; three literatures used the GOHAI questionnaire as a research instrument meanwhile the others used the OHIP-14 questionnaire. The results showed that the measuring instrument most widely used was GOHAI. Based on age, the QoL of denture wearers and non denture wearers became worse as they became older. Based on sex, the QoL of the non denture wearers was better in males than in females, albeit, there was no difference between sex among the denture wearers. In conclusion, the QoL of denture wearers was better than of non denture wearers. Moreover, the QoL of denture wearers was relatively good, meanwhile the QoL of non denture wearers was poor.Keywords: quality of life, elders, denture, tooth loss Abstrak: Kehilangan gigi asli yang digantikan dengan gigi tiruan maupun tidak, dapat meme-ngaruhi kualitas hidup, khususnya kualitas hidup terkait kesehatan gigi dan mulut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kualitas hidup lansia pengguna dan bukan pengguna gigi tiruan. Jenis penelitian ialah studi pustaka. Total pustaka yang diteliti berjumlah lima buah. Terdapat tiga pustaka yang menggunakan kuesioner GOHAI sebagai instrumen penelitian, sedangkan dua lainnya menggunakan kuesioner OHIP-14. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alat ukur yang paling banyak digunakan yaitu GOHAI. Berdasarkan usia, semakin bertambahnya usia, kualitas hidup lansia pengguna dan bukan pengguna gigi tiruan semakin buruk. Berdasarkan jenis kelamin, kualitas hidup lansia bukan pengguna gigi tiruan lebih baik pada laki-laki daripada perempuan, sedangkan pada lansia pengguna gigi tiruan, hasilnya seimbang. Simpulan penelitian ini ialah kualitas hidup lansia pengguna gigi tiruan lebih baik daripada bukan pengguna gigi tiruan. Kualitas hidup lansia pengguna gigi tiruan tergolong baik sedangkan kualitas hidup lansia bukan pengguna gigi tiruan tergolong buruk.Kata kunci: kualitas hidup, lansia, gigi tiruan, kehilangan gigi
Gambaran Kebiasaan Menyikat Gigi dan Status Kesehatan Gingiva pada Anak Sekolah Dasar Rasni, Novia D. P.; Khoman, Johanna A.; Pangemanan, Damajanty H. C.
e-GiGi Vol 8, No 2 (2020): E-GiGi
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/eg.8.2.2020.29905

Abstract

Abstract: Besides caries, tooth and mouth disease commonly found in children is gingival inflammation (gingivitis). The high prevalence of gingivitis in Indonesia is due to the fact that most people have not adopted good and effective habits in tooth brushing. Indicators determining the effectiveness of tooth brushing consist of tooth brushing time, frequency, duration, and method. This study was aimed to determine the overview of tooth brushing habit and gingival health status among elementary school students. This was a literature review study using the Google Scholar database. The keywords used were brushing habits, gingival health status, and elementary school children. Based on the inclusion and exclusion criteria, a critical appraisal was carried out that obtained 4 literatures consisting of 2 cross-sectional studies and 2 descriptive surveys. The results showed that most children had good habit of tooth brushing, however there were some children who had poor habit tooth brushing due to lack of understanding about the time, method, duration, and frequency of tooth brushing. The most common gingival disease was categorized as mild inflammation, followed by moderate inflammation; no severe inflammation criteria was reported. In conclusion, most elementary school students had good habit of tooth brushing and the most common gingival disease was in mild inflammation.Keywords: habit of brushing teeth, gingival health status, and elementary school children. Abstrak: Penyakit gigi dan mulut yang banyak ditemukan pada anak selain karies ialah peradangan gingiva (gingivitis). Tingginya prevalensi gingivitis di Indonesia disebabkan karena masyarakat belum menerapkan kebiasaan yang baik dan efektif dalam menyikat gigi. Indikator penentu efektivitas menyikat gigi terdiri dari waktu menyikat gigi, frekuensi, durasi, dan metode. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kebiasaan menyikat gigi dan status kesehatan gingiva pada anak Sekolah Dasar. Jenis penelitian ialah studi pustaka. Pencarian data mengguna-kan database Google Scholar. Kata kunci yang digunakan yaitu kebiasaan menyikat gigi, status kesehatan gingiva, dan anak sekolah dasar. Setelah diseleksi berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi, dilakukan critical appraisal dan didapatkan 4 pustaka terdiri dari 2 studi potong lintang dan 2 survei deskriptif. Hasil penelitian mendapatkan sebagian besar anak melakukan kebiasaan menyikat gigi dengan baik namun masih terdapat anak dengan kebiasaan menyikat gigi yang buruk akibat kurangnya pengertian mengenai waktu menyikat gigi, frekuensi, durasi, dan metode. Penyakit gingiva yang paling banyak didapatkan yaitu pada kriteria inflamasi ringan, diikuti kriteria inflamasi sedang; kriteria inflamasi berat tidak dilaporkan. Simpulan penelitian ini ialah sebagian besar anak Sekolah Dasar telah melakukan kebiasaan menyikat gigi yang baik dan penyakit gingiva yang tersering ditemukan pada kriteria inflamasi ringan.Kata kunci: kebiasaan menyikat gigi, status kesehatan gingiva, dan anak sekolah dasar
Gambaran Karies Gigi Sulung pada Anak Stunting di Indonesia Aviva, Novia N.; Pangemanan, Damajanty H. C.; Anindita, Pritartha S.
e-GiGi Vol 8, No 2 (2020): E-GiGi
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/eg.8.2.2020.29907

Abstract

Abstract: Dental caries, as well as stunting in children, is still a worldwide problem including in Indonesia. Malnutrition can cause stunting and abnormal growth and development of teeth causing the child's teeth become more susceptible to caries. This study was aimed to obtain the description of primary dental caries among stunting children in Indonesia. This was a literature review study. Three databases used in this study, as follows: Pubmed, ClinicalKey, and Google Scholar. The keywords were stunting AND caries AND Indonesia. After being selected based on inclusion and exclusion criteria, a critical appraisal was carried out that obtained 5 literatures consisting of 4 cross-sectional studies and 1 cohort study. The results showed that stunting children had higher percentage of primary dental caries than normal children, with moderate to high caries severity reaching 80%. Children who suffered from high dental caries severity had a high chance of suffering from stunting in the future. In conclusion, stunting children in Indonesia suffered from caries of primary teeth categorized as high severity caries. There was a relationship between caries of primary teeth and stunting in children.Keywords: Primary dental caries, stunting, child. Abstrak: Seperti halnya karies gigi, stunting pada anak masih menjadi masalah dunia termasuk Indonesia. Kekurangan gizi pada masa-masa kritis dapat menyebabkan stunting pada anak serta tumbuh kembang gigi yang tidak normal sehingga gigi anak lebih rentan mengalami karies. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran karies gigi sulung pada anak stunting di Indonesia. Jenis penelitian ialah studi pustaka. Pencarian data menggunakan tiga database yaitu Pubmed, ClinicalKey, dan Google Scholar. Kata kunci yang digunakan yaitu stunting AND caries AND Indonesia. Setelah diseleksi berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi, dilakukan critical appraisal dan didapatkan 5 literatur terdiri dari 4 cross-sectional study dan 1 cohort study. Hasil penelitian menunjukkan anak stunting memiliki pengalaman karies gigi sulung lebih tinggi daripada anak normal dengan tingkat keparahan karies sedang sampai tinggi mencapai 80%. Anak yang menderita pengalaman karies gigi sulung parah, memiliki peluang tinggi menderita stunting di kemudian hari. Simpulan penelitian ini ialah anak stunting di Indonesia memiliki pengalaman karies pada gigi sulung dan terbanyak pada tingkat keparahan karies yang tinggi. Terdapat hubungan antara karies pada gigi sulung dan stunting pada anak.Kata kunci: karies gigi sulung, stunting, anak.
Perawatan Kuretase Gingiva pada Gigi Premolar Kiri Rahang Atas: Laporan Kasus Khoman, Johanna A.; Singal, Gabriella A.
e-GiGi Vol 8, No 2 (2020): E-GiGi
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/eg.8.2.2020.31464

Abstract

Abstract: Periodontal disease has still a high prevalence in the community. It occurs due to the accumulation of plaque or calculus on the tooth surface. The plaque, a thin layer of biofilm, contains a collection of pathogenic microorganisms that cause periodontal tissue and bone disease. The initial treatment of periodontal disease is to eliminate the etiological factors, namely scaling, root planning, and curettage. Curettage is a mechanical cleaning action in periodontitis therapy to remove inflammatory tissue, calculus, and bacterial colonies. This study was aimed to discuss the management of gingival curettage treatment in a 26-year-old female patient who had gingivitis with a 4 mm deep periodontal pocket in her maxillar left premolar, treated with scaling and gingival curettage. Clinical further examination after treatment revealed that the gingiva looked normal without any swelling, and the pocket depth had decreased by about 2 mm.Keywords: periodontal disease, periodontal pocket, gingival curettage Abstrak: Prevalensi penyakit periodontal masih cukup tinggi di masyarakat. Penyakit periodontal diawali ketika plak atau kalkulus terakumulasi pada permukaan gigi. Plak merupakan lapisan tipis biofilm berisi kumpulan mikroorganisme patogen yang menyebabkan kerusakan jaringan periodontal dan tulang. Perawatan awal pada penyakit periodontal ialah dengan menghilangkan faktor etiologi yaitu dengan scalling, root planning, dan kuretase. Kuretase merupakan tindakan pembersihan secara mekanis dalam terapi periodontitis untuk menghilangkan jaringan inflamasi, kalkulus, dan koloni bakteri. Studi ini bertujuan untuk membahas tentang penatalaksanaan perawatan kuretase gingiva pada seorang pasien perempuan berusia 26 tahun yang mengalami gingivitis dengan poket periodontal sedalam 4 mm pada gigi premolar sebelah kiri rahang atas, yang kemudian dilakukan perawatan scalling dan kuretase gingiva. Hasil pemeriksaan klinis perawatan mendapatkan gingiva sudah tampak normal, tidak ada pembengkakan seperti kondisi sebelum kuretase dan kedalaman poket telah berkurang sekitar 2 mm.Kata kunci: penyakit periodontal, poket periodontal, kuretase gingiva
Aplikasi Metode Third Molar Maturity Index pada Kelompok Usia Remaja Prabowo, Yoghi B.; Ermanto, Haliza; Skripsa, Tira H.; Limijadi, Edward K. S.; Boedi, Rizky M.
e-GiGi Vol 8, No 2 (2020): E-GiGi
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/eg.8.2.2020.30541

Abstract

Abstract: Up to now, there are still residents of Indonesia who do not have legal documents supporting age information. Hence, proving the age of a person concerning some reasons becomes difficult. Third molar development could be used as an indicator to estimate the age in adolescents if legal documents are not available. This study was aimed to prove the difference in the development of third molars between individuals aged above and below 19 years using the third molar maturity index (I3M) method. Third molar development calculations were performed on 112 digital OPG photographs (71 females and 41 males) of patients aged 16- <24 years. Samples were divided into two age groups, namely <19 years and ≥19 years. We performed comparison tests to analyze the differences between groups and genders against I3M. The results showed significant differences between the development of third molars in individuals aged above and below 19 years according to I3M values. Meanwhile, there was no significant differences in I3M values between males and females. Males experienced faster third molar development than females in the age group <19 years. In conclusion, the I3M method can be used to differentiate the development of third molars in individuals aged above and below 19 years. Further research could be carried out by using a larger number of samples and setting a threshold of I3M for the age of 19 among Indonesian population.Keywords: dental age estimation, third molar, I3M method Abstrak: Pada saat ini, masih ada penduduk Indonesia yang tidak memiliki dokumen legal pendukung informasi usia sehingga terdapat kesulitan dalam membuktikan usia seseorang untuk berbagai kebutuhan. Pertumbuhan molar ketiga dapat digunakan sebagai indikator untuk melakukan estimasi usia pada remaja bila dokumen legal tidak tersedia. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan perbedaan pertumbuhan molar ketiga pada individu berusia di atas dan di bawah 19 tahun dengan metode third molar maturity index (I3M). Perhitungan pertumbuhan molar ketiga dilakukan pada 112 foto OPG digital (71 wanita dan 41 pria) dari pasien berusia 16- <24 tahun. Sampel dibagi menjadi dua kelompok usia, yaitu <19 tahun dan ≥19 tahun. Uji beda dilakukan untuk menganalisis perbedaan antar kelompok dan jenis kelamin terhadap I3M. Hasil penelitian ini menunjukkan perbedaan bermakna antara pertumbuhan molar ketiga pada individu berusia di atas dan di bawah 19 tahun. Tidak terdapat perbedaan bermakna pada nilai I3M pada pria dan wanita. Pria ditemukan mengalami pertumbuhan molar ketiga yang lebih cepat dari wanita pada kelompok usia <19 tahun. Simpulan penelitian ini ialah metode I3M dapat digunakan untuk membedakan pertumbuhan molar ketiga pada individu berusia di atas dan di bawah 19 tahun. Disarankan penelitian lanjut dengan menggunakan jumlah sampel yang lebih besar dan dilakukan penetapan batas ambang I3M untuk usia 19 tahun pada populasi Indonesia.Kata kunci: estimasi usia dental, molar ketiga, metode I3M
Leukoedema pada Perokok Mambu, Priska T.; Suling, Pieter L.; Supit, Aurelia S. R.
e-GiGi Vol 8, No 2 (2020): E-GiGi
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/eg.8.2.2020.29904

Abstract

Abstract: Smokers can be found in almost all groups of people worldwide since cigarettes can be obtained easily anywhere and have been addicted by adult smokers. Leukoedema is one of the lesions in oral cavity that most often appears in smokers. This study was aimed to obtain the description of leukoedema cases among smokers. This was a literature review study. This study used previous studies or reports related to leukoedema in smokers. There were 13 literatures in this study consisting of 9 cross-sectional studies, 3 cohort studies, and 1 case control study. The results showed that leukoedema lesions were more common in smokers than in those who consumed tobacco. Leukoedema was closely related to the duration of smoking and the frequency of smoking in a day. Leukoedema was also more common in men than in women, and was often found bilaterally on the buccal mucosa. In conclusion, leucoedema was most common in cigarette smokers and was related to duration of smoking, frequency of smoking per day, and sex. It was often found bilaterally on the buccal mucosa.Keywords: smokers, leukoedema Abstrak: Perokok ditemukan pada hampir semua kelompok masyarakat di dunia. Leukoedema merupakan salah satu lesi dalam rongga mulut yang paling sering muncul pada perokok. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran leukoedema pada perokok. Jenis penelitian ialah studi pustaka. Penelitian ini menggunakan topik terkait leukoedema pada perokok dari penelitian-penelitian sebelumnya. Pustaka yang diulas dan dipelajari dalam penelitian ini sebanyak 13 pustaka, terdiri dari 9 cross-sectional study, 3 cohort study, dan 1 case control study. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa lesi leukoedema lebih sering ditemukan pada perokok dibandingkan yang tidak merokok meskipun mengonsumsi tembakau. Leukoedema erat hubungannya dengan lama kebiasaan merokok dan frekuensi merokok yang dilakukan dalam sehari. Leukoedema juga lebih sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan, dan sering ditemukan pada mukosa bukal secara bilateral. Simpulan penelitian ini ialah leukoedema sering didapatkan pada perokok dan berhubungan erat dengan kebiasaan merokok, frekuensi merokok, jenis kelamin, dengan lokasi mukosa bukal bilateral.Kata kunci: perokok, leukoedema
Tata Laksana Perawatan Ulkus Traumatik pada Pasien Oklusi Traumatik: Laporan Kasus Violeta, Bayu V.; Hartomo, Bambang T.
e-GiGi Vol 8, No 2 (2020): E-GiGi
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/eg.8.2.2020.30633

Abstract

Abstract: Traumatic oral ulcer is commonly caused by mucosal injury due to mastication or speaking, warm food or drink, sharp restoration surface, as well as partial broken restored tooth.  We reported a case of traumatic oral ulcer in an 18-year-old female who was admitted to the RSGM Unsoed due to painfull sensation on the lesion. Objective examination revealed two lesions, as follows: tooth 47, painfull ulcer in buccal mucosa, solitary, whitish red, white border (punch-out), 4 mm in diameter; teeth 33 and 34, an irregular fissure, solitary, on the 2/3 posterior part of the tongue, 2 mm in depth, 1 cm in length, and not painfull. The diagnosis of this case was traumatic ulcer due to traumatic occlusion based on anamnesis, examination, and occlusion check using articulating paper on the nearest antagonistic tooth to the lesion. The treatment included Dental Health Education (DHE) concerning proper tooth brushing, topical triamci-nolone acetonide application for 5 days, dan selective grinding of teeth 17 and 47. After one-week follow-up, the ulcer had improved and no hyperemia, therefore, the patient could chew comfortably.Keywords: traumatic ulcer, traumatic occlusion, selective tooth grindingAbstrak: Ulkus traumatik biasanya disebabkan oleh tergigitnya dinding mukosa ketika makan atau berbicara, meminum dan memakan yang panas, permukaan restorasi gigi yang tajam, maupun adanya tumpatan yang pecah sebagian. Kami melaporkan kasus seorang perempuan berusia 18 tahun dengan kondisi ulkus traumatik datang ke RSGM Unsoed karena merasa terganggu dan perih pada bagian yang luka. Pada pemeriksaan objektif didapatkan pada gigi 47, lesi berupa ulkus pada area mukosa bukal, tunggal, berwarna merah keputihan, dengan peninggian pada tepi berwarna putih, nyeri, diameter 4 mm; dan pada gigi 33 dan 34, lesi berupa fisura memanjang, berbentuk iregular, tunggal, pada 2/3 dorsum lidah dengan kedalaman 2 mm, panjang 1 cm, tidak terasa nyeri. Diagnosis kasus ini ialah ulkus traumatik akibat oklusi traumatik berdasarkan anamnesis, pemeriksaan, dan cek oklusi menggunakan articulating paper pada gigi antagonis terdekat dengan lesi. Penatalaksanaan meliputi Dental Health Education (DHE) yaitu cara sikat gigi yang baik dan benar, pemberian triamcinolone acetonide topical selama 5 hari, dan selective grinding pada gigi 17 dan 47. Setelah satu minggu pada pengecekan didapatkan perbaikan ulkus dan tidak ditemukan pembengkakan sehingga pasien sudah nyaman untuk makan pada area tersebut.Kata kunci: ulkus traumatik, oklusi traumatik, selective grinding, trauma mekanik

Page 1 of 1 | Total Record : 8